Masyarakat adat suku sasak di Lombok memandang hutan pada
dasarnya terbagi dalam dua kawasan yakni pawang dan gawah. Pawang merupakan
kawasan hutan yang dikeramatkan dimana terdapat sekumpulan pepohonan besar yang
biasanya terdapat sumber mata air sehingga tidak dapat diganggu sama sekali.
Sedangkan kawasan gawah merupakan daerah dimana terdapat pepohonan dan
aneka satwa sebagai tempat berburu dapat dikelola dan dipetik hasilnya secara
lestari atas ijin dari Pemangku.
Dalam kesederhanaan cara pandang tersebut terkandung
kearifan terhadap kelestarian lingkungan yang mendalam. Penggolongan suatu
kawasan hutan sebagai pawang merupakan mekanisme untuk melindungi dan
melestarikan fungsi hutan sebagai water catchment area (daerah tangkapan
air) yang termasuk sebagai kawasan yang dilindungi. Sedangkan Gawah merupakan
kawasan hutan yang menjadi salah satu sumber penghidupan yang dimanfaatkan dan
diambil hasilnya secukupnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan jauh dari
niatan eksploitasi untuk dijual ke pasar dan komoditisasi.
Data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten
Lombok Utara (KLU), terdapat 36 lokasi hutan adat di KLU. Luas hutan adat itu
380,23 hektar. Dari seluruh hutan adat ini, hampir semuanya memiliki mata air.
Mata air yang tetap terjaga kelestariannya.
Pawang mandala merupakan salah satu hutan tutupan adat yang artinya
dilindungi secara adat dengan adanya Awiq-awiq. Hutan adat mandala ini terletak
kaki gunung rinjani tepatnya di Desa Bayan, Kecamatan Baya, Kabupaten Lombok Utara,
Nusa Tenggara Barat. Kata Mandala menurut beberapa tokoh adat setempat, berasal
dari dua suku kata Ma dan Bendala, Ma berarti Pemberian dan Bendala berarti
tempat menyimpan sesuatu (sejenis peti) jika digabung menjadi Mendala yang
berarti Pemberian dari Tuhan berupa suatu tempat menyimpan debit air yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat
disekitarnya.
Hutan adat Mandala diyakini masyarakat Bayan sebagai tempat
sakral, karena di salah satu bagian terdapat Mesjid Bakeq atau mesjidnya para
jin. Selain itu sumber mata air yang ada di Mandala diyakini mempunyai hubungan
langsung dengan air yang berada di Danau Segara Anak, Gunung Rinjani. Gunung
Rinjani merupakan jatung kehidupan masyarakat di Pulau Lombok, karena seperti
diketahui, 90 % mata Air yang berada di Pulau Lombok itu terdapat di hutan
kawasan Gunung Rinjani. Jadi air dari Gunung Rinjani ini menjadi sumber
kehidupan di Pulau Lombok. . Dengan luas yang tidak terlalu besar yaitu 1359 m2,
tetapi hutan adat mandala memiliki banyak sumber mata air. Sumber mata air yang ada di hutan adat ini,
oleh masyarakat adat Bayan masih disakralkan, karena termasuk salah satu sumber
mata air dari sembilan mata air yang diyakini sebagai sumber kehidupan bagi
masyarakat suku sasak.
Keberadaan Hutan Mandala kaya
dengan nilai-nilai luhur budaya. Salah satunya adalah konsep “Pemalik” yaitu
ketika seseorang hendak masuk ke hutan secara sembarangan. Larangan memasuki
hutan Mendala secara sembarangan, yang bila dilanggar akan mendapat musibah
atau gangguan di kemudian hari. Dan apabila hutan Mandala dirusak serta kayunya
ditebang, maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus
dipenuhi. Itu sebabnya mengapa Hutan Mandala tetap bertahan dari masa ke masa
dan memberi air dan berbagai manfaat lainnya menjadikannya pemberian Tuhan yang
berharga dan memiliki arti bagi kehidupan masyarakat Bayan.
Masyarakat suku sasak di bayan punya cara unik dalam menjaga
ketersediaan dan kelestarian mata air dan hutan. Jika banyak daerah lain mengerahkan tenaga pengaman dalam jumlah
besar dari berbagai satuan, mulai dari pohut, polisi, bahkan tentara, lain
halnya dengan daerah ini. Di kawasan hutan adat Mandala, terdapat lembaga adat
untuk menjaga kelestarian hutan dan sumber air. Lembaga adat yang terdiri dari
Pemangku Adat yang bertugas sebagai pemimpin gundem (musyawarah) adat, lalu ada
Penghulu Adat, dan Pembekel Adat yang bertugas memberikan pendapat, masukan,
usulan pada Pemangku Adat terkait adanya persoalan di dalam hutan adat itu.
Sebagai salah satu produk “Undang-Undang” dalam pengelolaan hutan adat ini, masyarakat adat Bayan telah membuat Awiq-Awiq
Hutan Adat Mandala. Soal keamanan hutan adat, ada Lang-Lang Jagad yang bertugas
seperti polisi kehutanan. Ada juga Inan Air, orang yang memimpin saat selamatan
mata air. Aturan-aturan dalam pengelolaan hutan adat itu memang normatif, namun
sanksi bagi pelanggaran itu justru yang menjadi paling berat. Awiq-awiq adat
yang kuat dalam menjaga dan melestarikan sumber mata air yang ada, dan
awiq-awiq (aturan adat) tersebut wajib ditaati oleh semua masyarakat adat atau
masyaarakat lainnya. Ada lima isi awiq-awiq yang dibuat antara lain : Pertama,
Dilarang mengambil / memetik, mencabut, menebang, menangkap satwa dan membakar
pohon/ kayu-kayu yang mati yang terdapat dalam kawasan hutan adat. Kedua,
Dilarang menggembala ternak di sekitar pinggir dan didalam kawasan hutan adat
yang dapat menyebabkan rusaknya flora dan fauna hutan. Ketiga, Dilarang
mencemari/mengotori sumber-sumber mata air didalam kawasan hutan adat. Keempat,
Dilarang melakukan meracuni Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan fottas,
decis, setruman dan lain-lainnya, di sekitar dan di luar kawasan hutan adat,
yang dapat menyebabkan musnah/terbunuhnya biotik-biotik yang hidup di sungai.
Kelima, Bagi setiap pemakai/pengguna air baik perorangan maupun kelompok
diwajibkan membayar iuran/sawinih kepada pengelola hutan adat dan sumber mata
air.
Untuk menegakkan dan menjalankan awiq-awiq yang dibuat
dengan konsep adat (hukum adat) dan kearifan lokal ini, bagi yang melanggar semua
atau salah satu dari awiq-awiq itu, maka dikenankan sanksi yang wajib dipatuhi
oleh siapapun yang melanggar. Jika aturan tersebut dilanggar maka hukum adat
akan bertindak dengan cara pemangku dan masyarakat adat berkumpul berdasarkan
laporan dari saksi. Kemudian, pelaku dipanggil untuk dimintai keterangan. Jika
seseorang terbukti bersalah, masyarakat adat akan mengenakan sanksi yang
pantas. Jika ada seseorang yang meracuni hutan dengan berbagai bahan
kimia hukumannya adalah menyowok dan denda uang bolong sebanyak 1000 buah. Istilah
menyowok yaitu upacara ritual dengan memotong hewan ternak baik kerbau maupun
kambing sesuai dengan ringan beratnya pelanggaran dan dilengkapi dengan sajian
eteh-eteh yaitu beras, kelapa, bumbu-bumbuan dan dimasak dengan daging hewan
yang dipotong dengan sesaji berupa, sirih pinang, dan kapur sirih, pelanggarnya
diolesi darah hewan yang dipotong dicampur kelapa parut dan dioleskan didahi. Hukuman
untuk orang yang menanam hutan dengan cengkeh dan kelapa hukumannya adalah menyowok
dan penebang tanaman yang telah ditanamnya. Jika seseorang berternak didalam hutan
maka ternak dikeluarkan dari dalam
hutan. Bagi yang mengotori pawang hukumannya membersihkan hutan dari
benda-benda yang mencemari lingkungan. Untuk yang melakukan penggalian barang
tambang maka dikenakan hukuman berupa menyowok menampel dan denda uang bolong
sebanyak 10000 buah dan menghentikan penggalian. Jika sanksi tidak dipatuhi
bagi si pelanggar adalah, dikucilkan atau diasingkan dan tidak diakui sebagai
masyarakat adat.
Keharmonisan antara masyarakat adat dengan hutan membuat
hutan dan mata air tetap lestari. Berkat terjaganya hutan adat mandala, melalui
mata air yang ada di hutan masyarakat dapat mengairi 112 Ha sawahnya dan
menjadi sumber air bersih di bayan dan 3 desa lainnya. Indahnya hutan yang
berada di kaki gunung rinjani ini menjadikan hutan adat mandala dijadikan
tujuan wisatawan local maupun internasional. Bukan hanya pesona hutan serta
kesegaran mata airnya menjadikan tempat ini wajib dikunjungi wisatawan, hutan
ini juga dijadikan hutan wisata edukasi dengan menyuguhkan tradisi-tradisi
masyarakat bayan yang tetap terelihara hingga sekarang. Wujud syukur masyarakat terhadap kelestarian
hutan dan melimpahnya ketersediaan air yang ada di hutan mandala, pada setiap
tahunnya diadakan selamatan Mata Air atau Roah Pengembulan dihadiri oleh
seluruh petani pemakai air dan secara sukarela mereka membawa masing-masing
seekor ayam dan bahkan kerbaupun kadang di bawa untuk disemblih di mata air dan
sebagai hidangan untuk dinikmati bersama-sama sampai acara selamatan itu
ditutup oleh kiayi dengan doa-doa sebagai rasa
syukur kehadirat Allah SWT.
Konsep pelestarian hutan dan mata air di hutan adat mandala
berlandaskan kearifan lokal masyarakan suku sasak bayan menjadikan hutan dan
mata air tetap terjaga hingga saat ini. Kelestarian yang tetap terjaga selama
tradisi – tradisi di masyarakat tetap terpelihara. Kearifan lokal masyarakat
adat di bayan dalam menjaga hutan dan mata air, menjadikan Mata air Mandala,
Pemenang I Lomba Perlindungan Mata Air (Permata) tingkat Nasional pada tahun
2012. Pengelolaan Hutan Adat Mandala merupakan
wujud hubungan suku sasak bayan dengan lingkungannya, yang menghargai dan
menjaga keberadaannya sehingga memberi manfaat yang besar bagi Masyarakat
Bayan.